Salakanagara, Kerajaan Pertama di Nusantara
Dalam sejarah Indonesia pada umumnya, Indonesia dikenal memiliki pengaruh yang kuat dari agama Hindu. Hal ini mengingat banyaknya bukti terungkap seperti prasasti atau situs yang menunjukkan kebenaran itu. Oleh sebab itu, negeri Indonesia pun disebut sebagai negeri Hindu.
Mengetahui adanya anggapan itu, Budayawan sekaligus
Sejarawan Indonesia, Ridwan Saidi mengaku tidak setuju. Dia dengan tegas
membantah penyebutan dalam sejarah Indonesia tersebut. “Itu fitnah!” ujar Ridwan saat Seminar
Nasional bertemakan ‘Menelusuri Indikasi Pengaburan Sejarah Islam Nusantara’ di
UIN Jakarta pekan lalu.
Ada hal yang mengagetkan bagi sebagian besar masyarakat awam
dari hal yang diungkapkan Ridwan Saidi saat seminar nasional di UIN Jakarta.
Ketika itu pria yang berambut putih ini mengungkapkan, Kerajaan Tarumanegara
bukanlah kerajaan pertama di Pulau Jawa. Menurutnya, penetapan kerajaan ini sebagai
kerajaan pertama di Pulau Jawa yang berada ada di buku-buku sejarah selama ini
merupakan kekeliruan.
Kekeliruan penentuan kerajaan pertama ini tidak lepas dari
perebutan pencaturan sejarah Indonesia. Semua ini memang bermula dari kebijakan
kolonialisme Belanda. Ketika itu Kolonialisme yang telah berkuasa di Nusantara
dengan tegas membuat sistem penulisan
sejarah yang merugikan Islam.
Sebagian peneliti sejarah Indonesia menyebutkan, upaya
peniadaan peran Islam dalam sejarah Indonesia dilakukan Belanda karena respon
perlawanan yang mereka lakukan. Di masa itu, pribumi beserta raja-raja Islam
lah yang dengan tanpa rasa takut melawan Belanda.
Hal ini jelas berbeda dengan kerajaan Hindu dan Budha yang
besar dan notabenenya sempat berkuasa di awal abad 16. Ketika itu kerajaan
Hindu dan Budha tidak memberikan respon penolakan atau perlawanan terhadap
kedatangan dan keinginan penguasaan nusantara. Oleh sebab itu, pemerintah
Belanda pun membuat sistem penulisan yang lebih menekankan kepada peran
kerajaan Hindu dan Budha dibandingkan dengan Islam.
“Kondisi kekeliruan dan penyimpangan sejarah ini semakin
kuat setelah ditunjang dengan bukti
kurang tepat yang disodorkan para arkeolog,” ujar Ridwan. Padahal, lanjutnya,
hal ini merupakan kesalahan fatal yang jelas berimbas pada pengetahuan rakyat
dan generasi penerus bangsa saat ini.
Menurut Ridwan, prasasti-prasasti yang ditemukan di sejumlah
wilayah yang menegaskan adanya kerajaan Tarumanegara merupakan hal yang keliru.
Penyebabnya, sebagian besar prasasti yang tertulis hanya berisi tentang
pengisahan raja-raja Tarumanegara. Dia menegaskan, tidak ada satu prasasti pun
yang berisi tentang perkataan raja Tarumangera terutama Mulawarman.
Salah satu prasasti yang hanya mengisahkan tentang raja
Tarumanegara, yakni Prasasti Jambu. Prasasti ini hanya menjelaskan ihwal raja
Purnawarman yang memerintah di negara Taruma kala itu. Tidak ada perkataan raja
Tarumanegara yang menegaskan dirinya pernah menguasai bahkan menginjakkan
kakinya di wilayah tersebut.
Dengan banyaknya prasasti yang ditemukan banyak arkeolog,
menurut Ridwan, itu menjadi suatu hal yang wajar. Hal ini berkenaan dengan
kondisi Nusantara yang menjadi pusat perdagangan di masa lampau.
Karena kondisi perdagangan nusantara besar, maka menjadi hal
yang wajar jika banyak ditemukan peninggalan-peninggalan seperti
prasasti-prasasti. Sebab, prasasti-prasasti itu bisa saja ditulis oleh
orang-orang yang sedang berkelana di tanah nusantara yang kemudian merindukan
atau ingin menceritakan kerajaan di tempat asalnya.
Ada hal lain yang juga cukup mengagetkan yang pernah
dinyatakan Ridwan Saidi mengenai Islam di Nusantara. Menurutnya, Indonesia atau
bumi Nusantara ini sebenarnya sudah bertauhid sejak abad ketiga. Hal ini
terbukti dengan pengucapan nama ‘Tuhan’ yang biasa dituturkan oleh masyarakat.
Misal, ungkapnya, ucapan ‘Gusti’, ‘Yang di Atas’ dan sebagainya. Ucapan-ucapan
diyakini bukan cirri khas dari agama Hindu maupun Budha.
Karena Budayawan Betawi ini tidak menganggap Tarumegara
sebagai kerajaan pertama di Pulau Jawa, dia pun pada akhirnya menyebut nama
kerajaan lain. Nama kerajaan yang diucapkannya kala itu terasa asing bagi
masyarakat Indonesia yang awam akan sejarah Indonesia. “Salakanagara,” ucapnya
dengan lantang. Menurutnya, kerajaan inilah yang sebenarnya pertama kali
berdiri di Pulau Jawa atau bahkan di Nusantara.
Berdasarkan dari berbagai sumber, Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i
Bhumi Nusantara yang disusun Pangeran Wangsakerta menyebutkan Salakanagara
sebagai kerajaan pertama di Nusantara.
Satu hal lagi yang terpenting dari naskah itu, yakni Kerajaan Salakanagara yang
diyakini telah berdiri sejak awal abad masehi hingga sekitar 300 M.
Lokasi kerajaan Salakanagara diungkapkan berada di wilayah
Sunda, sekitar Pandeglang dan Bekasi. Situs-situsnya sendiri tersebar di
wilayah Banten dan Jawa Barat seperti Ujung Kulon, Pulosari dan sebagainya.
Bukti-bukti sejarah peninggalan Salakanagara sendiri terdiri
dari menhir, dolmen, batu magnit dan batu dakon. Selain itu, adapula
peninggalan yang berupa Air Terjun Curug Putri dan Pemandian Prabu Angling
Dharma .
Mengenai bukti peninggalam Salakanagara yang berbentuk
menhir, peninggalan ini dapat ditemui di Pulosari, Pandeglang. Masyarakat
setempat memiliki tradisi sendiri dalam memandang mender Cihunjuran ini.
Merekaa biasanya selalu menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana
Hasanuddin menyabung ayam.
Selain itu, bukti
peninggalan Salakanagar yang berupa dolmen terletak di kampung Batu Ranjang,
Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Sedangkan batu magnit
berada di puncak Gunung Pulosari, Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi,
Kabupaten Pandeglang.
Sementara itu, peninggalan Salakanagara yang berbentuk batu
dakon berlokasi di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Kemudian
untuk Air Terjun Curug Putri sendiri terletak di lereng Gunung Pulosari
Kabupaten Pandeglang.
Untuk pemandian Prabu Angling Dharma sendiri terletak di
situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini
diyakini pernah digunakan oleh pendiri Kerajaan Salakanagara, yakni Aki Tirem untuk membersihkan diri.
Pendiri dari kerajaan Salakanagara ini bernama Aki Tirem
Luhur Mulia. Bahkan, pendiri ini disebut-sebut dikenal oleh masyarakat dengan
sebutan Angling Dharma. Mengenai hal ini, Ridwan Saidi belum bisa memastikan
pendiri tersebut memiliki keterkaitan dengan nama serupa yang berada di
kerajaan wilayah Jawa Timur.
Ada nama lain yang serung disematkan kepada Aki Tirem Luhur
dari masyarakat. Selain dipanggil Angling Dharma, dia juga sering disebut
sebagai Wali Jangkung. Penyebutan nama inilah yang menjadi pertanyaan akan kebenaran nama-nama tersebut.
Pertanyaan keberadaan atau penyebutan nama Aki Tirem ini
tidak hanya berkutat pada nama ‘Angling Dharma’. Nama Wali Jangkung juga
menjadi pusat perhatian dan banyak pertanyaan dari masyarakat terutama para
ahli dan pengamat sejarah Islam di Nusantara ini.
Seperti yang diketahui, sebutan wali biasa digunakan hanya
untuk orang-orang yang memeluk agama Islam. Sebutan ini biasa dikaitkan dengan tokoh-tokoh
penyebar agama Islam semisal walisongo.
Selain itu, ritual-ritual yang dijalankan oleh masyarakat
setempat terhadap situs kerajaan Salakanagara juga menjadi pertanyaan besar
akan agama yang dianut Aki Tirem Mulia. Sebab, orang-orang yang mengunjungi
makam Aki Tirem Luhur Mulia biasa
menggunakan tata cara Islam ketika berziarah. Yakni, dengan dimulai dari
berwudhu yang kemudian dilanjutkan dengan bacaan-bacaan doa secara Islam.
Terkait Kerajaan Salakanagara, Ridwan menduga kuat bahwa
kerajaan ini merupakan kerajaan islam. Penyebabnya, dia mengaku pernah melihat
ornamen-ornamen yang tertera di pahatan situs kerajaan ini. Anehnya, Ridwan
mengungkapkan dirinya tidak menemukan corak India di bebatuan itu. Menurutnya,
corak-corak tersebut terlihat lebih mirip dengan konsep Timur Tengah.
Dengan adanya penemuan ini, maka bisa diyakini bahwa Islam
memang sudah masuk ke negeri Indonesia sebelum abad ke-13. Penentuan abad ini
sendiri diungkapkan dalam buku-buku sejarah Indonesia yang dipelajari di
sekolah-sekolah. Buku-buku tersebut jelas menyebutkan, Islam berkembang di
Indonesia pada abad ke-13.
“Mungkin Islam memang berkembang di abad itu, tapi ini bukan
berarti Islam baru ada di zaman itu,” jelas Ridwan.
Penemuan situs Kerajaan Salakanagara ini juga menegaskan
bahwa Indonesia memiliki pengaruh Islam dan kebudayaan Timur Tengah yang kuat. Salakanagara juga telah mampu mematahkan
dongeng sejarah Indonesia yang menyebutkan Kerajaan Tarumanegara merupakan
kerajaan Hindu pertama di Indonesia. Hal ini jelas berarti kerajaan yang
pertama kali berdiri di Indonesia itu Islam, yakni Salakanagara.
Dalam berbagai sumber disebutkan bahwa raja pertama kerajaan
tersebut bernama Dewawarman. Dewawarman sendiri merupakan duta dari Kerajaan
India yang diutus ke Nusantara, yakni Pulau Jawa. Setelah sekian lama berkelana
di Jawa, dia pun dinikahkan oleh Aki Tirem Luhur Mulia dengan Putrinya yang
bernama Larasati Sri Pohaci.
Karena telah menjadi menantu Aki Tirem Luhur Mulia,
Dewawarman pun diangkat menjadi raja pertama yang memegang kekuasaan Kerajaan
Salakanagara. Raja Dewawarman I ini sendiri memiliki sebutan Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji
Raksagapurasagara.
Dengan terungkapnya Kerajaan Salakanagara ini diharapkan
masyarakat Indonesia menyadari benar mengenai peran Islam dalam membentuk
peradaban di bumi Indonesia ini. Selain itu, kesadaran pemerintah untuk
merevisi ulang semua buku Sejarah Indonesia sangat perlu dilakukan sesegera
mungkin. Hal ini dilakukan agar generasi bangsa ini tidak mengalami
penyimpangan dalam menguasai ilmu sejarah Nusantara Indonesia.
Ridwan juga menilai bahwa banyak arkeolog yang selama ini
dianggap berperan dalam membuka sejarah Indonesia itu ternyata memiliki
pengetahuan yang kurang baik. Bahkan dia menyebutkan dengan tegas para arkeolog
tersebut merupakan penyesat bangsa Indonesia. “Mereka sesat karena telah
membodohi bangsa Indonesia,” tutupnya.
wilda fizriyani
Komentar